Oleh: Moh. Anis Romzi
“Ye,ye. Kita libur.” Jono bergembira sekali seperti dua gundul Upin dan Ipin.
“Nanti kalau liburan, apa rencanamu, Jon?”
“Aku mau main sepuas-puasnya. Senyampang tidak tugas dari sekolah. Mumet kalau disuruh berpikir.” Jono serasa lepas dari belenggu pikiran.
Terhitung mulai hari ini JonSo belajar di rumah. Ini tanpa kendali dari sekolah. Mereka diserahkan kepada orangtuanya beserta masyarakat untuk belajar mandiri. Justru inilah belajar yang sebenarnya. JonSo adalah bagian dari masyarakat yang tidak terpisahkan. Saat berada di tengah-tengah masyarakat mereka akan berhadapan langsung dengan ujian.
“Masa main saja, Jon. Apa nanti kita tidak rugi waktu.” Sodik memastikan.
“Lha, terus. Kalau tidak main kita mau apa coba?”
“Kamu dan aku masuk dalam grup pembinaan khusus bukan? Itu yang kita disuruh latihan membaca.”
“Ya. Terus bagaimana maksudnya ini, dik?”
“Aku ada ide. Bagaimana kalau kita selama liburan ini kita memperbanyak latihan membaca? Kita belajar sendiri. Nanti saat masuk kita buat kejutan. Ketika kita dipanggil untuk pembinaan kita sudah lancar membacanya.”
Kebijakan sekolah JonSo untuk keduanya, mereka dibina secara khusus oleh perpustakaan melalui Bu Yati. Ini karena berdasarkan hasil observasi para pendidik JonSo memiliki kendala dalam kemampuan literasi membaca. Modal dasar untuk mengenal pengetahuan. Sekadar melafalkan pada tahap pertama.
“Di mana kita bisa berlatih membaca mandiri, dik? Kita tidak punya buku. Gawai tidak ada. Terus piye?”
“Iya, ya. Kita harus cari cara kalau begitu. Ehm…Sik. Apa dan bagaimana ya?”
“Kamu mikir atau sedang apa, dik?” Jono tidak sabar.
Naik kelas dengan nilai minimal. JonSo harus belajar lebih keras untuk mengejar ketertinggalan dengan kawan-kawannya. Terkadang mereka terbawa pada pergaulan yang tidak positif. Orangtuanya belum memahami sepenuhnya akan kebutuhan belajar mereka. Banyak kalangan yang harus disentuh untuk mendukung mereka belajar dan berkembang secara optimal. Masyarakat harus ambil bagian dalam hal ini.
“Oh, iya. Di desa kita ini ada perpustakaan desa lho, Jon. Kita bisa ke sana selama liburan ini untuk tetap belajar. Bagaimana menurutmu?”
“Tapi itu terletak di kantor desa, dik. Bukunya ada di dalam ruangan perangkat desa. Apakah kita boleh masuk. Di papan nama berbunyi Perpustakaan desa, tapi bukunya tidak terlihat. Terus kita sebagai masyarakat apa bisa belajar kalau begitu?”
“Kita coba saja, Jon. Siapa tahu kita bisa memanfaatkan perpustakaan desa itu untuk kita belajar selama liburan ini.”
“Aku tidak berani, dik. Orang-orang di kantor desa itu kelihatan galak-galak. Malah nanti kita diusir. Nanti kita malah malu.”
“Kita coba dulu. Kata Habibie di film Solo Jarwo, “Kegagalan hanya ada jika kita menyerah”.”
Singam Raya, Katingan, Kalteng. 27/6/2021